Ini artikel saya copy paste dari web Bisnis Indonesia. Link aslinya ada di bawah. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
—
Tanya:
Pak Anthony Dio Martin,
Saya pernah mendengar Anda membahas di siaran radio soal orang IT (information technology) yang EQ (kecerdasan emosional)-nya rendah. Saya pun punya masalah yang sama. Seorang manajer di tempat kami yang berada di IT, orangnya pinter tapi kemampuan sosialnya kurang. Kalau bicara, sering saya tidak paham, begitu juga yang lainnya. Jadinya seringkali terjadi perdebatan.
Tadinya kupikir saya yang kurang pintar. Masalahnya, dia pegang sistem yang penting yang jadi jantungnya perusahaan. Orangnya pun saya lihat tidak suka berbagi pengetahuan.
Pernah saya coba dekati tapi malahan saya yang jadi salah tingkah. Ngobrol-nya jadi kaku sekali. Maka, saya setop. Saya sebenarnya kasihan juga dan ingin bantu dia, tetapi tidak tahu bagaimana bicara sama dia.
Pertanyaan saya, apakah semua orang IT seperti itu? Saya pun ngeri dengan anak saya yang ada di SMA yang senang main komputer dan punya cita-cita masuk Teknik Komputer. Apa saran Bapak bagi para manager maupun orang tua seperti saya?
Jarot S, Bekasi
Menurut isi artikel tersebut, ada beberapa tanda yang biasanya dijumpai pada orang IT yang menyebabkan mengapa mereka kemudian dianggap ber-EQ rendah. Namun, sebelum membaca lebih jauh tanda-tanda ini, tentunya hal ini lebih merupakan sebuah stereotipe daripada kenyataan yang sebenarnya.
Karena saya pun percaya, tidak berarti semua orang IT demikian. Bahkan, saya mengenal banyak teman di IT yang pergaulan sosial serta kariernya luar biasa. Jadi, hal ini sebaiknya tidak digeneralisasikan untuk semua orang IT.
Beberapa ciri pada orang IT yang kemudian dianggap EQ-nya kurang seperti: (1) orang-orang IT dianggap lebih banyak menggunakan IQ daripada EQ dalam pekerjaannya, (2) mereka lebih sulit berempati dan jarang menggunakan perasaannya dalam bertindak, (3) secara sosial pun orang IT lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, serta (4) orientasinya lebih banyak berhubungan dengan teknis (job) daripada manusia (people).
Hal ini diperparah lagi dengan berbagai realitas dan keluhan yang membuat orang IT dilabel demikian. Misalnya, kehidupan mereka yang berada di antara kotak komputernya. Bahkan, seorang istri pernah berkomentar soal suaminya, “Saat di depan komputer, itulah saat mereka di dunia mereka sesungguhnya”.
Faktanya, kehidupan sosial merekapun jadi kurang, karena kebanyakan hanya bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang yang seminat dan kurang berbaur dengan unit lain di kantor. Bahkan, beberapa diantaranya sulit memahami kebutuhan orang lain, sehingga sering terjadi konflik dengan unit lain karena beda persepsi.
Kurang fair
Namun, realitas lain juga terkadang menunjukkan ada sikap kurang fair terhadap rekan-rekan kita di IT. Berbagai perlakuan ‘khas’ dan kurang fair yang seringkali dialami rekan-rekan IT misalnya: mereka diperlakukan hanya sebagai trouble shooter, hanya kalau ada masalah. Saat segalanya berjalan lancar, tidak diapresiasi sama sekali.
Orang ITpun jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, hanya soal-soal teknis saja baru mereka dilibatkan. Makanya, jangan heran kalau orang IT sering jadi kehilangan konteks dengan gambaran besar suatu proyek yang tengah dikerjakan.
Dan buruknya, para orang IT-un sering dicap nerd, dikotakkan dan ditinggalkan. Mereka kurang dirangkul, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam berbagai proyek penting di kantor. Maka, kondisi sosial mereka yang buruk pun kadang menjadi tanggung jawab kita pula.
Di sinilah saya ingin menekankan mengapa EQ justru menjadi sangat penting bagi orang IT dewasa ini. Pertama, IT merupakan fungsi yang sangat vital. Banyak informasi dan data penting dapat diakses oleh orang IT. Dari data keuangan perusahaan hingga data pribadi setiap karyawan.
Bayangkan jika karakter orang IT itu bermasalah, data-data tersebut bisa disalahgunakan untuk hal yang merusak. Kedua, orang-orang IT pun sebenarnya banyak bersinggungan dengan pihak lain. Tidak diragukan lagi, IT adalah support bisnis yang penting dewasa ini.
Tanpa memiliki EQ yang baik, orang IT akan jadi sering konflik dengan pihak lain. Ketiga, tentunya ini juga menjadi tantangan bagi orang IT sendiri. Berbagai stereotipe pada orang IT yang dipaparkan di atas justru akan menjadi tantangan bagi mereka untuk menepis semua stereotipe yang keliru itu.
Nah, hingga di sini kita menjawab pertanyaan: apa saran serta tips yang bisa diberikan kepada para orang IT ini? Pertama-tama, orang IT harus Get out of your box. Jangan hanya bicara soal IT saja. Saya selalu menyarankan agar mereka berusaha punya minat dengan bidang-bidang lain, khususnya yang lebih banyak berhubungan dengan otak kanan seperti seni dan hobi lain.
Inilah yang harus Anda sarankan pada anak Anda. Terlibatlah untuk mengajaknya memasuki hobi yang berbeda, yang mengasah otak emosinya. Selain itu, di pekerjaan pun orang IT sangat disarankan untuk mau tahu serta terlibat dengan bidang-bidang lain.
Selain soal IT, saya selalu menyarankan agar para IT guys berusaha membangun business sense mereka. Bukan hanya bicara soal teknis saja, mereka pun harus bisa berbicara dari bahasa dan sudut pandang para user sehingga mereka akan lebih disukai. Inilah sebenarnya kendala utamanya.
Di sisi lain, saya menyarankan mereka lebih banyak membaca, mendengar bahkan sesekali mengikuti seminar yang berusaha mengimbangi hal-hal teknis IT dengan hal-hal yang bersifat people skills.
Akhirnya, saya pun menyarankan orang-orang IT selalu berusaha mengetahui area-area dalam EQ yang masih kurang. Caranya, dengan meminta feedback dari orang lain dan berusahalah menutupi area yang kurang tersebut dengan komitmen mengembangkan diri yang lebih baik.
Nah, untuk Pak Jarot dan juga pembaca lainnya, libatkanlah rekan-rekan IT dalam berbagai pergaulan dan pertemuan, sehingga mereka pun belajar mengasah EQ serta business sense mereka.
Akhirnya, saya seringkali mengatakan bahwa “Yang menakutkan kita bukanlah komputer yang bisa berpikir seperti manusia, tetapi manusia yang pikirannya seperti komputer”.
Salah satu masalah komputer adalah mereka tidak berperasaan. So, tanggung jawab kita semua juga untuk mengembangkan orang IT yang ber-EQ tinggi!
Source : Bisnis Indonesia :Orang IT ber-EQ rendah?
—
Tanya:
Pak Anthony Dio Martin,
Saya pernah mendengar Anda membahas di siaran radio soal orang IT (information technology) yang EQ (kecerdasan emosional)-nya rendah. Saya pun punya masalah yang sama. Seorang manajer di tempat kami yang berada di IT, orangnya pinter tapi kemampuan sosialnya kurang. Kalau bicara, sering saya tidak paham, begitu juga yang lainnya. Jadinya seringkali terjadi perdebatan.
Tadinya kupikir saya yang kurang pintar. Masalahnya, dia pegang sistem yang penting yang jadi jantungnya perusahaan. Orangnya pun saya lihat tidak suka berbagi pengetahuan.
Pernah saya coba dekati tapi malahan saya yang jadi salah tingkah. Ngobrol-nya jadi kaku sekali. Maka, saya setop. Saya sebenarnya kasihan juga dan ingin bantu dia, tetapi tidak tahu bagaimana bicara sama dia.
Pertanyaan saya, apakah semua orang IT seperti itu? Saya pun ngeri dengan anak saya yang ada di SMA yang senang main komputer dan punya cita-cita masuk Teknik Komputer. Apa saran Bapak bagi para manager maupun orang tua seperti saya?
Jarot S, Bekasi
Jawaban
Pak Jarot serta para pembaca, memang pernah ada penelitian di sekitar tahun 1997 yang mengungkapkan bahwa orang-orang IT secara EQ jauh lebih rendah dibandingkan dengan profesi lainnya. Bahkan topik ini pun pernah dimuat di salah satu majalah bisnis yang diakui kredibilitasnya, Harvard Business Review.Menurut isi artikel tersebut, ada beberapa tanda yang biasanya dijumpai pada orang IT yang menyebabkan mengapa mereka kemudian dianggap ber-EQ rendah. Namun, sebelum membaca lebih jauh tanda-tanda ini, tentunya hal ini lebih merupakan sebuah stereotipe daripada kenyataan yang sebenarnya.
Karena saya pun percaya, tidak berarti semua orang IT demikian. Bahkan, saya mengenal banyak teman di IT yang pergaulan sosial serta kariernya luar biasa. Jadi, hal ini sebaiknya tidak digeneralisasikan untuk semua orang IT.
Beberapa ciri pada orang IT yang kemudian dianggap EQ-nya kurang seperti: (1) orang-orang IT dianggap lebih banyak menggunakan IQ daripada EQ dalam pekerjaannya, (2) mereka lebih sulit berempati dan jarang menggunakan perasaannya dalam bertindak, (3) secara sosial pun orang IT lebih sulit untuk bersosialisasi dengan orang lain, serta (4) orientasinya lebih banyak berhubungan dengan teknis (job) daripada manusia (people).
Hal ini diperparah lagi dengan berbagai realitas dan keluhan yang membuat orang IT dilabel demikian. Misalnya, kehidupan mereka yang berada di antara kotak komputernya. Bahkan, seorang istri pernah berkomentar soal suaminya, “Saat di depan komputer, itulah saat mereka di dunia mereka sesungguhnya”.
Faktanya, kehidupan sosial merekapun jadi kurang, karena kebanyakan hanya bergaul dan berinteraksi dengan orang-orang yang seminat dan kurang berbaur dengan unit lain di kantor. Bahkan, beberapa diantaranya sulit memahami kebutuhan orang lain, sehingga sering terjadi konflik dengan unit lain karena beda persepsi.
Kurang fair
Namun, realitas lain juga terkadang menunjukkan ada sikap kurang fair terhadap rekan-rekan kita di IT. Berbagai perlakuan ‘khas’ dan kurang fair yang seringkali dialami rekan-rekan IT misalnya: mereka diperlakukan hanya sebagai trouble shooter, hanya kalau ada masalah. Saat segalanya berjalan lancar, tidak diapresiasi sama sekali.
Orang ITpun jarang dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, hanya soal-soal teknis saja baru mereka dilibatkan. Makanya, jangan heran kalau orang IT sering jadi kehilangan konteks dengan gambaran besar suatu proyek yang tengah dikerjakan.
Dan buruknya, para orang IT-un sering dicap nerd, dikotakkan dan ditinggalkan. Mereka kurang dirangkul, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam berbagai proyek penting di kantor. Maka, kondisi sosial mereka yang buruk pun kadang menjadi tanggung jawab kita pula.
Di sinilah saya ingin menekankan mengapa EQ justru menjadi sangat penting bagi orang IT dewasa ini. Pertama, IT merupakan fungsi yang sangat vital. Banyak informasi dan data penting dapat diakses oleh orang IT. Dari data keuangan perusahaan hingga data pribadi setiap karyawan.
Bayangkan jika karakter orang IT itu bermasalah, data-data tersebut bisa disalahgunakan untuk hal yang merusak. Kedua, orang-orang IT pun sebenarnya banyak bersinggungan dengan pihak lain. Tidak diragukan lagi, IT adalah support bisnis yang penting dewasa ini.
Tanpa memiliki EQ yang baik, orang IT akan jadi sering konflik dengan pihak lain. Ketiga, tentunya ini juga menjadi tantangan bagi orang IT sendiri. Berbagai stereotipe pada orang IT yang dipaparkan di atas justru akan menjadi tantangan bagi mereka untuk menepis semua stereotipe yang keliru itu.
Nah, hingga di sini kita menjawab pertanyaan: apa saran serta tips yang bisa diberikan kepada para orang IT ini? Pertama-tama, orang IT harus Get out of your box. Jangan hanya bicara soal IT saja. Saya selalu menyarankan agar mereka berusaha punya minat dengan bidang-bidang lain, khususnya yang lebih banyak berhubungan dengan otak kanan seperti seni dan hobi lain.
Inilah yang harus Anda sarankan pada anak Anda. Terlibatlah untuk mengajaknya memasuki hobi yang berbeda, yang mengasah otak emosinya. Selain itu, di pekerjaan pun orang IT sangat disarankan untuk mau tahu serta terlibat dengan bidang-bidang lain.
Selain soal IT, saya selalu menyarankan agar para IT guys berusaha membangun business sense mereka. Bukan hanya bicara soal teknis saja, mereka pun harus bisa berbicara dari bahasa dan sudut pandang para user sehingga mereka akan lebih disukai. Inilah sebenarnya kendala utamanya.
Di sisi lain, saya menyarankan mereka lebih banyak membaca, mendengar bahkan sesekali mengikuti seminar yang berusaha mengimbangi hal-hal teknis IT dengan hal-hal yang bersifat people skills.
Akhirnya, saya pun menyarankan orang-orang IT selalu berusaha mengetahui area-area dalam EQ yang masih kurang. Caranya, dengan meminta feedback dari orang lain dan berusahalah menutupi area yang kurang tersebut dengan komitmen mengembangkan diri yang lebih baik.
Nah, untuk Pak Jarot dan juga pembaca lainnya, libatkanlah rekan-rekan IT dalam berbagai pergaulan dan pertemuan, sehingga mereka pun belajar mengasah EQ serta business sense mereka.
Akhirnya, saya seringkali mengatakan bahwa “Yang menakutkan kita bukanlah komputer yang bisa berpikir seperti manusia, tetapi manusia yang pikirannya seperti komputer”.
Salah satu masalah komputer adalah mereka tidak berperasaan. So, tanggung jawab kita semua juga untuk mengembangkan orang IT yang ber-EQ tinggi!
Source : Bisnis Indonesia :Orang IT ber-EQ rendah?
0 komentar:
Posting Komentar