PARTNER

Jumat, 09 April 2010

Menulis Artikel dengan Bahasa Efektif

Kebutuhan dasar tertinggi manusia adalah aktualisasi diri (self-actualization).” Abraham Harold Maslow (1908-1970), ahli psikologi humanisme AS, dalam konsepnya yang fenomenal “Hierarchy of Human Needs” (1943). Atas nama kebutuhan untuk melakukan aktualisasai diri, seseorang mempunyai keinginan untuk berkomunikasi dengan sesama dan lebih jauh lagi, ingin menunjukan potensi dirinya kepada orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan. Salah satunya adalah menulis sehingga hasil pemikiran bisa ditumpahkan dan diketahui orang lain. Berdasarkan penelitiannya, Abraham Maslow mengungkapkan bahwa manusia mempunyai kebutuhan (need) untuk mengaktualisasikan dirinya terhadap lingkungan sekitar.

Sementara itu, ahli psikologi kepribadian AS, David Clarence McClelland (1917-1998) mengungkapkan Teori Kebutuhan (Theory of Needs). Dalam teori itu dikemukakan tiga kebutuhan manusia, yakni need for achievement (N-Ach), need for affiliation (N-Affil), dan need for power (N-pow), yang masing-masing berarti kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan untuk berafiliasi (menjalin hubungan antarpersonal), dan kebutuhan untuk berkuasa. Dalam N-Ach , setiap orang ingin mendapat tantangan untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih sulit dan tentu pada tingkat yang lebih tinggi.

Senada dengan teori-teori itu, tentu sangat wajar bila kalangan terpelajar, termasuk dosen dan mahasiswa, berkeinginan mengemukakan pandangan ilmiahnya terhadap suatu fenomena sehingga jalan pikiran dan idenya bisa diketahui masyarakat luas. Salah satu caranya adalah dengan menulis artikel di surat kabar.


Aktual dan efektif
Terdapat perbedaan antara menulis laporan ilmiah dan menulis artikel atau opini di surat kabar. Karakter bahasa yang terlalu serius dalam laporan ilmiah tidak sejajar dengan karakter bahas artikel atau opini yang cenderung lebih “cair” sehingga bisa dimengerti dengan mudah oleh para pembaca. Namun demikian, bukan berarti istilah-istilah ilmiah tidak boleh muncul dalam artikel. Yang perlu diperhaitkan adalah takarannya tidak terlalu besar. Istilah-istilah ilmiah itu pun hendaknya disertai penjelasan yang diperlukan sehingga pembaca mudah memahaminya.

Sementara itu aktualitas merupakan hal yang tidak bisa di tawar-tawar lagi karena pada umumnya pembaca memiliki minat yang lebih besar terhadap artikel ataupun ulasan-ulasan di surat kabar yang membahas masalah-masalah terkini (aktual). Bisa dikatakan, aktualitas menempati posisi terpenting dalm strategi penulisan artikel, terutama opini, di surat kabar.

Agar ide dan pandangan penulis bisa sampai kepada pambaca secara selektif, tentu diperlukan pemahaman yang komprehensif menyangkut bidang atau isu yang akan dikupas secara mendalam. Tanpa penguasaan materi, bisa dipastikan artikel atau kupasan opini akan terasa “kering”, tidak komprensif, dan tentu saja tidak menarik untuk dibaca.

Optimalisasi kualitas penulisan artikel harus dilakukan karena bagaimanapun tulisan seorang intelektual di media massa akan menjadi sarana komunikasi yang efektif dengan khalayak. Hal ini tentu akan melengkapi kiprah yang bersangkutan dalam penulisan jurnal-jurnal ilmiah di lingkungan kampus atau lingkup akademis.

Bila jurnal atau laporan ilmiah di kampus hanya dibaca kalangan terbatas, artikel ataupun opini di surat kabar akan dibaca kalangan yang lebih luas. Namun yang perlu digarisbawahi, setiap tulisan akan menjadi catatan sejarah dalam kehidupan seprang intelektual (scholar). Bahkan cukup banyak ahli, dosen, bahkan profesor yang memiliki kliping tulisan-tulisannya yang dimuat di surat kabar selama berpuluh-puluh tahun. Tulisan-tulisan itu tentu layak untuk diabadikan.

Faktor Bahasa
Semua proses dan strategi penulisan artikel akan bertumpu pada satu hal utama, yakni bahasa. Bahasa berperan sebagai perantara utama sehingga ide ataupun pandangan penulis mudah dipahami dan lebih dari itu, enak dibaca. Dengan bahasa yang baik, tuturan-tuturan dalam opini ataupun artikel akan menjadi sesuatu yang pantas dinikmati. Penulis dengan penguasaan bahasa yang baik, biasanya akan selalu diingat para pembaca. Tidak hanya nama lengkapnya, tetapi juga asosiasinya (organisasi tempat si penulis bekerja atau mengabdi, bahkan bahkan dengan bidang keahliannya). Ambil contoh, almarhum Otto soemarwoto adalah seorang ilmuwan yang piawai menulis artikel di surat kabar. Bahkan pak Otto memiliki “penggemar” fanatik yang selalu siap “melahap” tulisan-tulisannya. Selain memiliki wawasan yang sangat luas, Otto mampu menuliskan ide atau gagasannya dengan bahasa yang runtut dan mudah dimengerti, termasuk oleh orang awam sekalipun. Dan satu hal yang perlu dicatat, walaupun mengetahui banyak hal, saat menulis artikel dia membatasi diri pada bidang yang benar-benar dikuasainya, yakni masalah lingkungan hidup. Sampai sekarang, publik mengenal Otto Soemarwoto sebagai penulis masalah lingkungan yang andal.

Dalam penulisan artikel, penguasaan bahasa Indonesia merupak syarat mutlak. Bila tidak bisa menguasai bahasa Indonesia secara komprehensif, seorang penulis setidaknya mapu menggunakan kata-kata secara tepat sehingga ide atau pendapatnya bisa sampai kepada pembaca secara efektif, dan tulisdan enak dibaca. Bahasa yang digunakan dalam artikel pun tentulah bahsa yang akrab dan mudah dimengerti oleh khalayak.

Saat seorang penulis menyusun artikel atau opini, perlu ada cara yang bisa dijadikan pegangan agar tulisan tersebut tersusun dengan baik, mudah dimengerti, dan menarik minat pembaca. Hal-hal yang perlu diperhatikan itu antara lain:

1. Berani memulai
Bagi pemula, terkadang ada keraguan untuk memulai menulis artikel ataupun opini. Perasaan ini hendaknya dibuang jauh-jauh. Bila ada ketertari ( bentuk ) terikat, misalnya anti (antikorupsi ), super ( supermarket ), pasca ( pascasarjana, pascabayar, pascapembunuhan ), sub ( subkomite, subdinas, subdivisi ), pra (prasejahtera,prasejarah,prabayar ) dan lain-lain. Kata “makro” hanya menjadi morfem terikat bila mendahului kata lain ( misalya makroekonomi ), sedangkan bila berada setelah kata lain, “makro” bukanlah morfem terikat, misalnya ekonomi makro.

2. Cermati kata-kata yang sering dipersepsi salah
Ada beberapa kata yang sering dipersepsi secara salah sehingga penulisannya pun salah, misalnya dipungkiri ( seharusnya dimungkiri karena kata dasarnya mungkir ), jor-joran (seharusnya jorjoran karena tak ada kata dasar jor ) was-was ( seharusnya waswas karena tak ada kata dasar was ), ataupun blak-blakan karena tak ada kata dasar blak .

3. Julukan negara atau negeri
Nama julukan negara atau negeri ditulis dengan huruf kecil, kecuali bentuk sapaan. Misalnya, negeri tirai bambu (Cina), ataupun negeri gajah putih (Thailand). Sementara yang berbentuk sapaan ditulis seperti nama orang, misalnya negeri Paman Sam (Amerika Serikat).

4. Tidak semua kata bahasa asing dicetak miring
Dalam fungsi kata biasa (generika), kata-kata bahasa asing memang harus dicetak miring dalam teks artikel atau diberi tanda petik bila berada dalam posisi judul. Namun, aturan ini tidak berlaku bila kata-kata asing itu mengacu kenama jabatan, nama alat, ataupun nama perusahaan. Nama-nama seperi itu tetap ditulis dengan huruf tegak.

5. Terjemahkan bahasa daerah atau istilah khusus
Mengingat kemajemukan pembaca, penulis sebaiknya mencantumkan terjemahan dari kalimat berbahasa daerah atau istilah khusus yang hanya dimengerti sebagian kecil pembaca. Tanpa terjemahan atau penjelasan khusus, pembaca tidak mengerti kata atau istilah tertentu akan mengalami kesulitan mencerna makna dari tulisan yang disajikan. Ini tentu saja harus dihindari.

6. Gunakan tanda koma secara efisien
Dalam laras bahasa jurnalistik, tanda baca koma diminimalisi karena jumlah koma yang terlalu banyak justru akan menggangu kelancaran membaca. Gunakan tanda koma hanya pada posisi yang benar-benar penting, dengan tujuan utama mempermudah pembaca menangkap makna .Antara jabatan dan nama orang tidak perlu ada tanda koma, misalnya Gubernur Jawa Barat H. Dany Setiawan meresmikan kantor instansi baru di lingkungan Pemkab Sumedang. Pembaca tidak akan dipusingkan dengan ketiadaan tanda koma pada kalimat itu. Berbeda halnya bila ketiadaan tanda koma justru akan memusingkan pembaca, misalnya pada kalimat contoh (fiktif), Pengacara terdakwa endang Rachmat Sanusi mengajukan banding. Pembaca akan bingung siapa nama pengacara itu. Untuk menghindari kesulitan seperti ini, kalimat tersebut harus ditulis, pengacara terdakwa Endang Rachmat, Sanusi mengajukan banding. Dengan tanda koma ini, kini menjadi lebih jelas bahwa pengacara itu bernama Sanusi.
h.Perhatikan prinsip kesejajaran
Prinsip kesejajaran bisa menyangkut bentuk aktif dan pasif, atau menyangkut penulisan jabatan. Kesejajaran akan sangat bermanfaat untuk memudahkan pembaca menagkap pesan dari kalimat yang disajikan.
Contoh yang salah 1 : Dia sendiri yang menganyam tikar dan dijualnya di pasar.
Seharusnya : Dia sendiri yang menganyam tikar dan menjualnya di pasar.
Contoh yang salah 2 : Pelatihan itu diikuti para asisten pelatih persib, Djadjang Nurdjaman, Robby Darwis, Anwar Sanusi, Zaenal Arif (striker)
Seharusnya : Pelatihan itu diikkuti asisten pelatih Persib, Djadjang Nurdjaman, Robby Darwis, Anwar Sanusi, dan striker Zaenal Arif.
Jadi sejajar, karena semua predikat atau jabatan disimpan di depan nama sehingga pembaca tidak akan sulit memahaminya.......

7. Cermati kata-kata baru 
Seiring dengan perkembangan bahasa yang pesat, Pusat Bahasa meluncurkan kata-kata baru, termasuk terjemahan. Mungkin tujuanya untuk meredam penggunaan bahasa asing, terutama bahasa Inggris, di berbagai bidang kehidupan. Langkah ini juga dilakukan agar bahasa Indonesia memiliki kosakata yang semakin lengkap sehingga bisa menmpati posisi terhormat, termasuk dalam percaturan internasional. Kata-kata baru yang kini mulai banyak digunakan, antara lain pemangku kepentingan (stakeholder), pelantang (pengeras suara/mikrofon), penyintas (orang yang selamat dalam musibah yang menelan korban jiwa/survivor), uang kerahiman (uang untuk menebus kedukaan/atonement money), cakram padat(CD/compact disc), peranti pengondisi udara (AC), laman (website), pos-el (surat elktronik/e-mail), ataupun sel punca (sel induk/stem cells).

8. Lambang bilangan
Sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (1993), lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata , ditulis dengan dengan huruf, kecuali bila lambang-lambang bilangan itu ditulis secara berurutan (dalam perincian).
Contoh :

  1. Rapat itu hanya diikuti sepuluh pejabat.

  2. Mereka menyebarkan dua ribu undangan untuk pesta pernikahaan nanti.

  3. Para Peserta seminar adalah 50 dokter umum, 50 dokter gigi, 70 perawat dan 20 perawat gigi.
Lambang bilangan yang berada di awal kalimat juga ditulis dengan huruf. Contoh : Dua ratus anak balita mendapat imunisasi. 

9. Gunakan kata kerja
Untuk menjelaskan langkah penting, gunakan kata kerja, bukan kata benda. Selain untuk menegaskan sikap, hal ini juga penting untuk memperoleh kalimat yan tepat dan singkat sesuai dengan prinsip ekonomi kata.
Contoh: Presiden mengambil keputusan untuk menaikkan harga BBM.
Seharusnya :Presiden memutuskan untul menaikkan harga BBM.

Semua proses dan strategi penulisan artikel akan bertumpu pada satu hal utama, yakni bahasa. Bahasa berperan sebagai perantara utama sehingga ide ataupun pandangan penulis mudah dipahami dan lebih dari itu, enak dibaca. Dengan bahasa yang baik, tuturan-tuturan dalam opini ataupun artikel akan menjadi sesuatu yang pantas dinikmati. Penulis dengan penguasaan bahasa yang baik, biasanya selalu diingat para pembaca.

10. Singkatan bahasa latin
Ada beberapa singkatan kosakata bahasa Latin yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia, antara lain c.s. (cum suis/dan kawan-kawan), i.e. (id est/yakni), id (idem), jo (juncto/berkaitan dengan), c.q. (casu quo/menurut hal, bilamana perlu), q.q (Qualitate Qua/mewakili) ataupun i.c. (in casu/dalam hal ini).

11. Kata yang diperdebatkan
Dinamika bahasa juga terkadang menimbulkan perdebatan menyangkut kata-kata tertentu dalam bahasa Indonesia. Salah satunya adalah kata memerhatikan yang dibentuk dari kata dasar perhati pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga serta mendapat awalan me dan akhiran kan. Kemudian beberapa pengamat bahasa mempermasalahakan lema perhati pada kamus tersebut. Mereka menganggap lema yang tepat adalah hati sehingga bentuknya adalah memperhatikan, yakni kata dasar dari hati mendapat awalan memper dan akhiran kan. Kabarnya, pengubahan lema perhati menjadi hati (untuk kata bentuk memperhatikan) akan dilakukan secara resmi pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi keempat yang akan diluncurkan Oktober 2008. Bila itu benar-benar terjadi, kata bentukan yang dipakai adalah memperhatikan (dengan pola bentukan seperti dikemukakan di atas).

Berbeda dengan memerhatikan yang di bentuk dari kata dasar perhati yang mendapat awalan me dan akhiran kan. Berdasarkan asas legalitas, kata memperhatikan masih dianggap benar sampai terbitnya KBBI edisi keempat yang mengembalikan lema hati sebagai kata dasar untuk kata berimbuhan memperhatikan tersebut. (Tulisan ini merupakan ringkasan makalah yang disampaikan pada pelatihan jurnalistik di kampus STKS Bandung, 13 Mei 2008, dengan beberapa perubahan).

Source : PIKIRAN RAKYAT or http://www.batan.go.id
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Blog Archive

Blogger templates